Rabu, 28 Juli 2010

renungan

Antarkan Aku ke Surgamu


noid-ooooooooooooooAntarkan aku ke surgamu
Agar kutau dimana tempatku
Bawalah ku terbang ke sana cintaku

Antarkan aku ke surgamu
Dari kelemahan hatiku

Saat hilang kian tenggelam
Mohon apungkan beban di jiwa

Saat Dia tunjukkan engkau untukku
Bangunkanlah aku dari jatuhku dari jatuhku
Bila akhirnya semua berbeda
Nantikanlah aku di batas waktumu
Hingga waktu kan tunjukkan
Kau satu untukku

Antarkan aku ke surgamu
Dari kelemahan hatiku

Saat hilang kian tenggelam
Mohon apungkan beban di jiwa

Saat Dia tunjukkan engkau untukku
Bangunkanlah aku dari jatuhku dari jatuhku
Bila akhirnya semua berbeda
Nantikanlah aku di batas waktumu
Hingga waktu kan tunjukkan
Kau satu untukku.

Tetaplah tersenyum

Tetaplah tersenyum, maka kau akan tetap optimis. Itulah prinsip yang selama ini saya pegang dalam mengaruni perjalanan hidup ini. Saya yakin, dengan tersenyum maka saya bisa menjadi kuat, walaupun berbagai permasalahan datang menghampiri.

Dunia ini gudang permasalahan. Segala permasalahan itu menjadi cobaan bagi manusia. Oleh karena itu, kita harus kuat menghadapi cobaan. Kita harus mampu menghadapinya (dan pasti kita mampu, tuhan telah menjanjikannya). Lalu, apakah segala cobaan itu harus dihadapi dengan muka masam? Oh tidak! Permasalahan itu harus dihadapi. Muka masam hanya akan memperkeruh suasana. Muka masam hanya akan menghadiahkan permasalahan baru, muka masam hanya akan menjauhkan diri dari solusi-solusi yang seharusnya kita dapatkan. Muka masam tidak dapat memberikan solusi yang baik. Malahan muka masam hanya akan menambah kesedihan di dalam hati.

Jadi, ituhal pentingnya senyum. Muka masam hanya memberikan masalah, tetapi senyum dapat memberikan solusi. Senyum bisa menyejukkan hari yang mendung, muka senyum membangkitkan kekuatan di dalam jiwa. Senyuman memberikan ide-ide segar dan memberikan pemikiran ampuh dalam memecahkan masalah. Muka masam haya akan memperlihatkan masa lalu yang kelam, tetapi senyumam menampilkan masa depan yang gemilang.

Tersenyumlah, walaupun berjuta masalah ada di hadapanmu. Tetaplah tersenyum!. Tidak peduli apa kata orang, karena senyum adalah lambang optimisme. Tidak salah Mbah Surip disenangi oleh orang banyak, karena senyumannya yang ramah seakan tak ada masala

Sepenggal kisah dari Ponggatan


*Diambil dari kisah nyata hari ini dengan beberapa perubahan yang disesuaikan… Hehe, kayak infotainment. Tapi yang ini tanpa mengubah esensi ko :) *** Bang Jaka. Sebut saja namanya begitu. Entah apa kepanjangannya, atau nama aslinya. Pokoknya Jaka saja. Titik. Habis perkara. Siang itu cuaca yang sangat menyengat di ubun-ubun kepala terasa sangat menggerahkan kota Ponggatan, sebuah kota modern yang hanya ada di negeri dongeng.

Tertata rapi. Bersih. Sebagian besar manusia di dalamnya memilih untuk tetap tinggal di ruang ber-AC yang nyaman dalam gedung-gedung tinggi pencakar langit. Dingin dan kaku. Namun lelaki kurus legam yang bernama Jaka ini tampak tidak terlalu terganggu dengan teriknya matahari. Matanya tetap awas memandangi parkiran di depan gedung biru. Dia tidak mencari seseorang, namun mencari banyak orang yang akan dipilihnya satu orang secara acak. Definisi pencarian yang aneh memang…

Bang Jaka dan kawan-kawan melakukan pencarian ini tanpa pernah mengenal teori probabilitas atau semacamnya. Dan probabilitas siang itu bang Jaka jatuhkan pada seorang lelaki muda berpakaian biru yang baru saja berjalan keluar dari gedung biru. Mungkin alasan pemilihan bang Jaka kali ini adalah karena biru di atas biru tampak serasi, haha.

Bang Jaka berprofesi sebagai tukang ojeg. Motornya melaju rapi di jalanan yang terik, dengan lelaki berbaju biru duduk di belakangnya. Tiba-tiba saja bang Jaka mengajak penumpangnya bicara, “Manusia hilir mudik itu penuh rahasia ya, mas. Tapi saya heran, ko saya yang tidak pernah shalat bisa sering ketemu orang-orang baik…”. Lelaki berbaju biru dibelakangnya tidak paham dengan baik apa yang bang Jaka bicarakan.

Maka lelaki ini hanya berujar pendek, “Oh…”. Bang Jaka tidak peduli, dia melanjutkan ceritanya bahwa profesi ini baru dijalaninya selama 2 bulan terakhir. Sebelumnya, dia adalah tangan kanan seorang ‘bos baik hati’ pemilik pabrik boneka terbesar di negeri dongeng. Namun belakangan dia mulai resah dengan kebiasaan ‘bos baik hati’ ini yang sering minum-minum dan bolak-balik membawa wanita ke kediaman pribadinya. Sebagai tangan kanan, salah satu tanggung jawabnya adalah mengantar boneka-boneka cantik ini hingga ke hadapan ‘bos baik hati’ yang mungkin tidak pernah puas dengan ribuan boneka yang diproduksi sendiri dengan label ‘made in Italy’ yang dikeluarkan pabriknya setiap hari. Mulanya bang Jaka jalani ini dengan ketaatan penuh. Toh bukan aku yang berbuat dosa, pikirnya. Hingga suatu hari…tiba-tiba saja, dia memutuskan keluar. Sang ‘bos baik hati’ tentu kaget. Lebih kaget dibandingkan ketika melihat boneka cantik dari india yang pernah diantarkan bang Jaka. “Kamu sudah saya anggap anak sendiri. Apakah saya pernah mengabaikan hak-mu?” Bang Jaka tidak bisa menjawab. Bahkan dia tak bergeming ketika ditawarkan kenaikan gaji dan fasilitas.

Pengunduran diri berarti tanpa pesangon. Tapi bang Jaka tak peduli. Hari itu dia hanya ingin berhenti. Semua cerita itu kini terlupa. Bang Jaka sudah mulai terbiasa mangkal di depan gedung biru mengincar calon penumpang yang bisa dia antarkan hingga ke tujuan. Selain penumpangnya berpakaian macam-macam seperti baju boneka yang biasa dia lihat dulu di pabrik, karakter penumpang pun beragam. Ada yang dingin. Ada yang memberikan kelebihan kembaliannya. Ada yang pelit hingga menagih gopek-an terakhir yang tak ada. Ada yang cerewet. Dan lain sebagainya.

Siang ini adalah kamis di bulan rajab. Dan bang Jaka sedang belajar puasa. “…biar tidak bolong-bolong lagi nanti ketika ramadhan, membayar yang lalu…” ujarnya kalem ketika diledek teman-teman sesama tukang ojeg. Bang Jaka pun mulai belajar shalat. Belum 5 waktu, tapi sedikit demi sedikit mulai teratur. Bang Jaka terus melaju dengan motor dan cerita yang ditelan bisingnya deru jalanan. Bang Jaka tidak peduli ceritanya itu ada yang mendengar atau tidak. Dia melanjutkan perkataanya yang seolah ditujukan pada dirinya sendiri. “Iya, saya ini banyak dosa. Saya tidak tahu apakah orang yang selalu saya antar pergi dan pulang itu membayar dengan uang halal atau uang haram. Saya cuma ingin Allah mengampuni saya yang pernah salah tempat kerja”, ucap bang Jaka. Tercekat. Dia mengucapkan itu dengan sepenuh hatinya. Sang lelaki penumpang tentu saja tidak mendengar apa yang bang Jaka ucapkan. “Berhenti di depan ya, bang”, ujar si lelaki berbaju biru. Bang Jaka melambatkan laju motornya dan berhenti. “Ok, tidak usah bayar ya”, bang Jaka langsung menjalankan motornya. “Lho? Sebentar bang ini ada ko uangnya”, seru panik si lelaki sambil merogoh saku celananya. Motor berhenti sebentar, “Ini bulan Rajab. Saya mau sedekah, sekali saja setiap hari. Itu janji saya. Ok, saya pamit”. Motor bang Jaka pun menghilang. Si lelaki berbaju biru ternganga depan rumahnya. Bingung harus berbuat apa… Untuk bang Jaka yang sebenarnya, terima kasih :)


Kesuksesan, Kekayaan Dan Cinta

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan rumahnya. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk menganjal perut.”
Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”
Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar.”
“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali,” kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini.”
Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama, ” kata pria itu hampir bersamaan.
“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.
Salah seorang pria itu berkata,
“Nama dia Kekayaan,” katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya,
“sedangkan yang ini bernama Kesuksesan “, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.
“Sedangkan aku sendiri bernama Cinta. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa di antara kami yang boleh masuk ke rumahmu.”

Wanita itu kembali masuk ke dalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran.
“Hmm… menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu.
Ia bertanya, “Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen gandum kita.”

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah.
anak21“Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Cinta yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Cinta.”

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka.
“Baiklah, ajak masuk si Cinta ini ke dalam. Dan malam ini, Si Cinta menjadi teman santap malam kita.”
Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu.
“Siapa di antara Anda yang bernama Cinta? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”
Si Cinta bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.

“Aku hanya mengundang si Cinta yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?”
Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan.
“Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar.
Namun, karena Anda mengundang si Cinta, maka kemanapun Cinta pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. rumah2Di sana ada Cinta, maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.

Sebab ketahuilah, sebenarnya kami buta. Dan hanya si Cinta yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan saat kami menjalani hidup ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar